Kamis, 22 April 2010

DesignTalks 2010. Lecture series

From May 3rd the new edition of the DesignTalks eries in collaboration with Abitare magazine. The programme opens with the conferences focussing on communication , between graphic and digital design.

The fourth edition of Design Talks is starting on Wednesday May 3rd at 18.30. DesignTalks is the lecture series promoted by the Scuola Politecnica di Design SPD exploring the most interesting research trends in design, architecture, graphic and multimedia. Internationally renowned speakers are invited to share their work and ideas with the SPD community, offering the most diverse insights into contemporary professional practice. Since 2007 the programme has featured international lectures, names of the first rank such as - Massimo Vignelli, Tomato, Ross Lovegrove, Fernando and Humberto Campana, Chris Bangle, Martì Guixé, Erik Kessels from Kessels Kramer.

For the 2010 edition the themes brought to the attention of the school’s students and the general public during the conferences scheduled until July are ranging from the role of technology applied to creativity to the relation between experimental research and professional practice. The first guests - selected by Silvia Sfligiotti, supervisor for the visual design design area - are: Ji Lee, creative director of Google Creative Lab, Luna Maurer, Pierre di Sciullo, vincitore del concorso per l’identità dello Stedelijk Museum di Amsterdam e Susan Sellers, cofounder of the New York based studio 2X4, which is renowned for the visual identity projects in the fields of the arts, architecture, fashion and culture. More encounters will follow focussing on product design and architecture. Among the guest of the final session Patricia Urquiola and Chris Bangle, former BMW chief designer.

Media partner: Abitare

SEKOLAH ALAM, BOGOR

Sekolah alam adalah sebuah model pendidikan yang berusaha mengadaptasi apa yang telah dibuktikan oleh Rasulullah SAW pada masanya ke masa kini dan masa di mana generasi Rabbani kelak menjadi pemimpin di muka bumi. Sekolah Alam berusaha mengembangkan pendidikan bagi semua (seluruh ummat manusia) dan belajar dari semua (seluruh makhluk di alam semesta).

Dalam konsep pendidikan Sekolah Alam Bogor, fungsi alam antara lain :

  • Alam sebagai ruang belajar
  • Alam sebagai media dan bahan ajar
  • Alam sebagai objek pembelajaran

Proses pembelajaran Sekolah Alam Bogor menyandarkan pada 4 (tiga) pilar

  1. Pengembangan akhlak melalui teladan (Learning by Qudwah)
  2. Pengembangan logika dan daya cipta melalui Expreriental Learning
  3. Pengembangan kepemimpinan dengan metode Outbond Training
  4. Pengembangan kemampuan berwirausaha

Kriteria Sekolah Berkualitas

Editor : Armen

Kriteria Sekolah Berkualitas

Kondisi sosial dan politik Indonesia dalam 10 tahun terakhir pascareformasi digulirkan belum menunjukkan tanda-tanda perbaikan yang signifikan. Tingkat pengangguran terus meningkat hingga mencapai 42 juta jiwa. Gejolak sosial yang ditandai dengan berbagai kerusuhan masih terjadi. Begitu juga pertumbuhan ekonomi stagnan dan tak memiliki daya saing yang cukup di pasar bebas. Salah satu keberhasilan pembangunan yang mungkin pantas untuk dirayakan oleh rakyat Indonesia adalah berkembangnya kehidupan demokrasi secara terbuka bahkan cenderung melampaui batas-batas demokrasi itu sendiri. A Nation at Risk, mungkin inilah ungkapan kecemasan yang perlu dipikirkan bersama solusinya.

Tanda-tanda kebangkrutan suatu negara sebenarnya dapat dengan mudah dideteksi dari kondisi sistem pendidikan nasional yang dijalankannya. Banyak sekali hasil studi yang menyebutkan bahwa jika kondisi ekonomi sebuah negara memburuk, itu pasti berkorelasi positif terhadap kondisi sekolah. Sebaliknya, jika stabilitas ekonomi mampu meningkatkan produktivitas dan pendapatan masyarakat, dapat dipastikan bahwa sistem pendidikan negara tersebut berfungsi dengan baik. Dengan demikian kualitas sekolah memiliki pengaruh yang jelas terhadap kemampuan daya beli masyarakat, sekaligus meningkatkan pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang.

Para ahli ekonomi telah memberi perhatian sangat serius kepada efek human capital terhadap berbagai hasil ekonomi. Investasi di bidang keterampilan yang diselenggarakan melalui pendidikan akan selalu relevan dengan pasar tenaga kerja jika sistem pendidikan suatu negara memiliki ketersambungan dengan pasar dan dunia industri. Artinya, investasi sumber daya manusia melalui pendidikan merupakan tolok ukur sederhana untuk melihat sejauh mana relevansi sekolah dan dunia usaha bersinergi, sekaligus untuk mengukur sejauh mana sebuah sekolah itu memiliki ciri dan kriteria berkualitas.

Seperti telah sering kita baca dalam beberapa artikel di rubrik pendidikan ini dalam dua bulan terakhir, kondisi pendidikan atau situasi persekolahan saat ini mengalami banyak sekali tekanan dari berbagai pihak, baik secara internal maupun eksternal. Secara internal, sekolah belum memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi aspek-aspek yang menjadi kelemahan mendasar seperti efektivitas manajemen dan relasi sekolah-masyarakat. Sedangkan secara eksternal, meskipun telah memiliki Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dalam praktiknya masih terdapat kesalahan mendasar dalam menafsir masalah otonomi pendidikan, sistem pengujian hingga kebijakan pengembangan kurikulum yang selalu membuat pelaksana pendidikan bertambah bingung. Padahal menurut penelitian Elmore dan Fuhrman (2001), sebuah proses pendidikan akan baik dan berkualitas jika masalah yang berkaitan dengan tanggung jawab internal sekolah mendapatkan prioritas terlebih dahulu untuk diselesaikan.

Lima kriteria sekolah berkualitas
Dalam dunia industri pada abad ke-19, sistem pendidikan yang dirancang dalam satu ukuran untuk semua (one-size-fits-all) cukup membantu mengurangi pelecehan terhadap tenaga kerja anak dan membawa kesempatan bagi dunia luas. Pada tahun 1950-an, banyak orang mampu mendapatkan pekerjaan layak dengan kemampuan yang terbatas. Tapi keadaan berubah dengan dramatis. Pekerjaan menuntut latar belakang pendidikan yang tinggi. Dalam waktu yang bersamaan, sekolah dituntut untuk mengikuti perkembangan semacam itu dan juga perubahan-perubahan yang terjadi seperti perubahan dalam struktur keluarga, perubahan tren dalam kebudayaan populer dan pertelevisian, konsumerisme, kemiskinan, kekerasan, pelecehan anak, kehamilan pada masa remaja, dan perubahan sosial yang terus-menerus. Di lain pihak, sekolah juga mengalami tekanan terus-menerus untuk menekan laju perubahan, untuk lebih konservatif, untuk tetap menjalankan kebiasaan-kebiasaan tradisional, dan tidak meninggalkannya.

Belakangan ini, sejalan dengan makin besarnya tantangan yang harus dihadapi lembaga pendidikan, muncul sejumlah usaha untuk memperbarui konsep atau gagasan tentang apa yang disebut sebagai sekolah berkualitas. Salah satu konsep terkemuka dalam hal ini adalah lima prinsip pendidikan yang ditawarkan Peter Senge dalam The School That’s Learn (2003). Dirumuskan dalam rangka mengimbangi arus globalisasi yang meluas di bidang pendidikan, lima prinsip pendidikan ini menekankan pentingnya melihat sekolah dan atau proses pembelajaran sebagai suatu institusi pendidikan semacam perusahaan yang memerlukan kerja kelompok dan menuntut keahlian tertentu.

Seperti kita ketahui bersama, ada beberapa keahlian yang dapat dimiliki seseorang dalam mengelola pendidikan seperti, bertindak dengan otonomi yang lebih luas, berani mengambil kesimpulan, memimpin juga dipimpin, mempertanyakan masalah yang sulit dengan sikap yang baik, dan menerima kekalahan sehingga mampu membangun kemampuan untuk keberhasilan di masa mendatang. Semua itu adalah sikap yang dibutuhkan dalam organisasi pembelajaran dan masyarakat. Kemampuan menyinergikan lima prinsip disiplin kolektif menurut Peter Senge ini dimaksudkan untuk meraih keahlian-keahlian yang akan dapat membantu setiap sekolah di Indonesia menghadapi tekanan dan dilema dalam mengelola pendidikannya.

Secara ringkas kelima disiplin kolektif tersebut sebagai berikut. Pertama, penguasaan diri (personal mastery), merupakan praktik mengartikulasikan gambaran koheren dari pandangan para pribadi yang terlibat dalam setiap sekolah, hasil yang paling ingin kita dapatkan dalam hidup, di samping pengamatan nyata dari kehidupan sehari-hari. Ketika terakumulasi, ini bisa menghasilkan keinginan alami yang dapat meningkatkan kapasitas dalam membuat pilihan-pilihan yang lebih baik dan menerima hasil lebih dari yang dipilih secara berkelompok. Setiap pengelola sekolah harus berlaku jujur dalam mengemukakan kelemahan dan kelebihan situasi terkini sekolahnya dan mendukung setiap aspirasi yang tumbuh dan berkembang dari anak didik. Kedua, keberanian setiap pengelola sekolah untuk berbagi pandangan (shared vision), sebuah disiplin kolektif yang menekankan perhatian pada tujuan bersama. Sekelompok orang dengan tujuan yang sama dapat belajar untuk mempertahankan komitmen dalam suatu kelompok atau organisasi dengan mengembangkan pandangan yang sama tentang masa depan yang ingin dicapai, prinsip-prinsip serta guiding practices yang mereka ciptakan bersama.

Disiplin kolektif ketiga yang menjadi perhatian Peter Senge adalah pembentukan mental (mental models), sebuah disiplin yang ingin menekankan sikap pengembangan kepekaan dan persepsi, baik dalam diri sendiri atau orang sekitarnya. Bekerja dengan membentuk mental ini dapat membantu kita untuk lebih jelas dan jujur dalam memandang kenyataan terkini. Karena pembentukan mental dalam pendidikan sering kali tidak dapat didiskusikan, dan tersembunyi, maka kritik yang harus diperhatikan oleh sekolah yang belajar adalah bagaimana kita mampu mengembangkan kapasitas untuk berbicara secara produktif dan aman tentang hal-hal yang berbahaya dan tidak nyaman. Selain itu, pengelola sekolah juga harus senantiasa aktif memikirkan asumsi-asumsi tentang apa yang terjadi dalam kelas, tingkat perkembangan siswa, dan lingkungan rumah siswa.

Keempat, bentuklah kelompok belajar (team learning), sebuah disiplin dalam interaksi kelompok. Melalui teknik-teknik seperti dialog dan skillful discussion, sekelompok kecil orang dapat mentransformasikan pikiran kolektif mereka, belajar memobilisasi energi dan kegiatan mereka untuk mencapai tujuan bersama dan mengembangkan kepandaian dan kemampuan mereka lebih besar ketimbang jika bakat anggota kelompok digabungkan. Kelompok belajar dapat dikembangkan dalam kelas, antara guru dan orang tua murid, antaranggota komunitas, dan dalam kelompok utama yang mengejar perubahan sukses dalam sekolah. Adapun yang terakhir adalah disiplin kolektif tentang sistem berpikir (systems thinking). Dalam disiplin ini kita belajar memahami ketergantungan dan perubahan, sehingga kita dapat menghadapi dengan lebih aktif tekanan yang membentuk konsekuensi dari sebuah tindakan. Peralatan dan teknik yang digunakan dalam melatih sistem berpikir ini seperti diagram stock and flow, dan berbagai simulasi yang membantu siswa untuk memahami lebih dalam dari apa yang dipelajari.

Dengan dasar kelima disiplin kolektif di atas, setiap sekolah berkesempatan melakukan sebuah ‘uji-coba’ terapan terhadap lima prinsip dasar di atas bagi sebuah pengembangan institusi pendidikan (sekolah) yang mengutamakan pengembangan dan penjaminan mutu (quality assurance).

Oleh Ahmad Baedowi, Direktur Pendidikan Yayasan Sukma Jakarta

Sumber: Media Indonesia Online

SEKOLAH IDEAL DALAM PANDANGAN FILSAFAT PENDIDIKAN

Didalam perkembangan akhir-akhir ini dalam lingkup pendidikan, dimana para orang tua banyak yang ingin meletakkan pendidikan putra putrinya di lembaga pendidikan yang baik. Permasalahannya sekarang bagaimana sekolah yang ideal itu ?. Apabila kita tinjau lebih dalam, bahwa sekolah itu adalah sebuah Amanat dari masyarakat. Mengingat Sekolah itu berada di tengah-masyarakat dan kita ingin mencari dukungan dari masyarakat, dalam arti secara singkatnya pendidikan itu dari masyarakat untuk masyarakat, maka untuk membentuk suatu sekolah yang ideal tentu kita harus menggali kebutuhan apa saja yang sesuai dengan lingkungan masyarakat setempat itu sendiri. Pengertian tempat lingkungan itu bukanlah mempunyai arti yang sempit, tetapi dalam arti seluruh lingkungan masyarakat yang luas yang bisa berinteraksi dengan pendidikan tersebut. Dalam mewujudkan pendidikan yang ideal tentu tidak terlepas dari pendidikan itu merupakan Spesialisasi tersendiri yang asalnya dari Pendidikan Keluarga ke Pendidikan Sekolah. Oleh sebab itu segala sarana dan prasarana sekolah tersebut harus mendukung untuk tercapainya hasil / output yang sesuai dengan yang diharapkan. Faktor lain yang perlu diperhitungkan juga mengenai Faktor Budaya, dimana Pendidikan itu sendiri adalah pewarisan budaya. Akan tetapi budaya perlu adanya filter yang sesuai dengan norma-norma kebudayaan kita.Oleh sebab itu hal-hal yang berkaitan dengan budaya yang baik perlu dikembangkan .Mengenai methode Pengajaran anak, handaknya jangan disampaikan satu arah. Artinya anak jangan hanya diberi informasi saja oleh pendidik tanpa menggali potensi dari anak didik. Oleh sebab itu methode yang tepat adalah menggali dan mengembangkan bakat dan minat dari siswa dan didukung dengan acuan dasar kurikulum yang tepat.Dari uraian sngkat mengenai bagaimana cara membentuk sekolah yang ideal dalam pandangan Filsafat Pendidikan di atas dapat disimpulkan.Pertama, sekolah itu adalah Amanat Masyarakat, Oleh sebab itu untuk menarik atau agar diminati masyarakat, maka perlu menggali hal-hal yang dibutuhkan oleh mesyaratk itu sendiri. Kedua, pendidikan itu merupakan spesialisasi tersendiri yang asalnya dari pendidikan keluarga ke pendidikan sekolah, oleh sebab itu perlu dipersiapkan sarana prasarana yang memadai dan menunjang demi tercapainya output seperti yang diharapkan. Ketiga, faktor budaya yang sesuai dengan norma-norma adalah perlu dipertimbangkan dalam pembentukan sekolah yang ideal, sebab Pendidikan itu sendiri adalah pewarisan budaya. Keempat, adanya methode dan kurikulum yang tepat sehingga sekolah tersebut sangat perlu dan mutlak dibutuhkan keberadaannya oleh masyarakat setempat pada khususnya dan masyarakat luas pada umumnya.Dengan demikian, jelaslah bahwa beberapa hal yang merupakan faktor penunjang dari pembentukan sekolah yang ideal, disamping ada faktor-faktor lain yang menunjang.

UN SMP 2010

Soal UN SMP 2010

Soal UN SMP 2010 - Ujian Nasional (UN) untuk SMA dan SMP dijadwalkan dilaksanakan pada bulan Maret 2010. Jadwal Ujian Nasioanl tahun ini dilakukan lebih cepat bila dibandingkan dengan Ujian Nasional yang dilakukan ditahun-tahun sebelumnya, yaitu dilaksanakan pada bulan April.

Jadwal Ujian Nasional SMA dan SMP tahun 2010 telah tertuang dalam peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 75 Tahun 2009 tentang UN SMP/Madrasah Tsanawiyah (MA), Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa, SMA/Madrasah Tsanawiyah, Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (LB), dan sekolah Menengah Kejuruan (SMK) tahun ajaran 2009/2010.

Pada artikel kali ini yang diberikan judul soal UN SMP 2010, bukan hanya cuma memberikan informasi tentang jadwal pelaksanaan Ujian Nasional, namun sesuai dengan judul, yaitu soal UN SMP 2010, maka tentu soal-soal UN SMP yang dijanjikan akan dishare juga tentunya.

Bagi anda yang membutuhkan Soal UN SMP 2010, atau tepatnya prediksi Soal UN SMP 2010, maka berikut adalah beberapa soal-soal sesuai dengan mata pelajaran masing-masing, yang diantaranya bisa anda download secara gratis adalah:

1. Soal UN SMP 2010 Matematika

2. Soal UN SMP 2010 Bahasa Indonesia

3. Soal UN SMP 2010 IPA

4. Soal UN SMP 2010 IPS

5. Soal UN SMP 2010 Bahasa Inggris

6. Soal UN SMP 2010 PPKN

Jadi dengan adanya prediksi soal UN SMP 2010 yang sudah di share melalui blog Karo Cyber, anda yang sudah mendownload kisi-kisi soal tersebut, khususnya yang akan mengikuti Ujian Nasional SMP pada Maret 2010 mendatang, kiranya dapat nilai yang sesuai dengan yang sudah anda targetkan.

Senin, 05 April 2010

Natal Komisi Sekolah Minggu Remaja

Anak-anak Sekolah Minggu dan Remaja BNKP Hilisawatõ Simalingkar Medan mengadakan Perayaan Natal bersama pada Minggu, 13 Desember 2009 bertempat di Gedung Gereja BNKP Hilisawatõ Simalingkar Medan Jl. Sagu 14 No.3.

Natal tahun ini diikiuti oleh seluruh anak-anak Sekolah Minggu dan Remaja yang berjumlah kurang lebih 500 orang dan dilayani oleh Pendeta Jemaat, Pdt. Dorkas O. Daeli, MTh. Dalam pemberitaan Firman Truhan, pendeta jemaat mengajak seluruh anak-anak untuk turut mendoakan penyelesaian pembangunan Gedung Sekolah Minggu yang sedang dalam tahap proses pembangunannya.

Acara perayaan Natal ini diisi oleh penampilan koor, vokal grup, tarian, puisi, deklamasi, liturgi dan drama oleh anak-anak sekolah minggu dan remaja dan juga koor pemuda dan Hosana.

Jumat, 19 Maret 2010

UASBN 2010

Penerapan konsep Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional (UASBN) yang diberlakukan di tingkat SD / MI sungguh berbeda dengan Ujian Nasional SMP / MTs dan Ujian Nasional SMA / MA. Salah satu perbedaannya adalah bahwa walaupun soal UASBN dibuat secara nasional (naskah soal tetap berada di bawah kendali Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dan Pemerintah Pusat), tetapi standar kelulusan dibuat oleh sekolah.
Sebagai contoh apa yang terjadi di Gresik Jawa Timur, pada UASBN 2008 Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah di Gresik menerapkan standar kelulusan berbeda-beda pada ujian akhir sekolah berstandar nasional tahun 2008. Misalnya SD Petrokimia Gresik, mematok angka minimal 6,00 untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika, dan Ilmu Pengetahuan Alam, serta 7,00 minimal untuk mata pelajaran lainnya. SD Negeri Sidokumpul 2 Gresik mematok angka 4,00 sedangkan Madrasah Ibtidaiyah Miftahul Ulum Kecamatan Manyar mematok angka kelulusan 4,25.
Tapi kebijakan semacam ini tampak mengandung kelemahan karena sekolah bisa saja menetapkan standar kelulusan serendah-rendahnya, sebagai langkah untuk mencari aman. Langkah ini kami fahami sebagai langkah untuk meminimalisasikan risiko ketidaklulusan pada siswa peserta UASBN. Kebijakan UASBN macam ini, menuntut kejelian pemetaan potensi siswa oleh guru.

Mengenal UASBN
Mulai tahun ajaran 2007/2008, uasbn4Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) memberlakukan Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional (UASBN).
Tujuan dari UASBN ini adalah untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pengajaran Bahasa Indonesia, Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Selain itu untuk mendorong tercapainya target wajib belajar pendidikan dasar yang bermutu.

Mereka yang akan ikut dalam ujian ini, adalah peserta didik yang belajar pada tahun terakhir di satuan pendidikan SD, Madrasah Ibtidaiyah, dan SD Luar Biasa (Tunanetra, Tunarungu, Tunadaksa ringan dan Tunalaras). Peserta didik juga harus punya laporan lengkap penilaian hasil belajar pada satuan pendidikan dengan semester 1 tahun terakhir.

Untuk tahun ajaran 2007/2008 ada 5.200.000 peserta yang ikut dalam UASBN di seluruh Indonesia. Jumlah sebanyak itu berasal dari 184.000 SD/Madrasah Ibtidaiyah, SD Luar Biasa.

Hasil UASBN ini akan sangat bermanfaat bagi dunia pendidikan, karena menyangkut empat hal : Pertama, pemetaan mutu program dan/atau satuan pendidikan. Kedua, dasar seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya, ketiga penentuan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan dan keempat menjadi dasar pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan.

Dari keempat hasil UASBN tersebut, maka akan terlihat dengan jelas mutu pendidikan dasar kita di seluruh Indonesia. Mutu pendidikan dasar adalah bisa menentukan mutu pendidikan selanjutnya. Dari hasil itu pula akan tampak, mana satuan pendidikan yang perlu dibantu agar mutunya bisa ditingkatkan.

Karena itu, tidak boleh ada pemaksaan atau penyeragaman kriteria kelulusan UASBN yang tidak sesuai dengan keputusan sekolah. Menurut Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan Djemari Mardapi, berapapun nilai minimal yang sudah ditentukan oleh sekolah, maka hal itu harus diterima oleh pemerintah daerah. Nah, dengan pemberian kewenangan kriteria kelulusan kepada masing – masing sekolah inilah, upaya untuk mendapatkan pemetaan sebagaimana yang diinginkan dari hasil UASBN menjadi akan terpenuhi. Sebab dengan cara itulah kondisi sebenarnya dari masing – masing sekolah dasar akan terlihat.

Sayang memang, masih ada kecenderungan dari beberapa daerah yang menyeragamkan nilai minimum kelulusan dengan alasan untuk mencapai target kelulusan 100 persen. Bahkan ditengarai ada pula sekolah yang yang menentukan nilai minimum yang sangat rendah. Hal ini, meskipun masih bisa diterima namun akan menjadi bumerang dikemudian hari, sebab sekolah tersebut tidak akan mendapatkan kepercayaan dari masyarakat.

Demikian pula dengan campur tangan Dinas Pendidikan Daerah yang mencoba membuat penyeragaman demi mengejar target kelulusan, hanya akan membuat mutu pendidikan di daerah tersebut justru tidak akan terlihat. Sebab bagaimanapun, masing-masing sekolah memiliki keragaman tingkat kelulusan berdasarkan mutu di sekolah yang bersangkutan.

Kelulusan dari sekolah, memiliki prosedur sendiri. Kriteria ditentukan melalui rapat dewan guru dengan mempertimbangkan nilai minimum setiap mata pelajaran yang diujikan dengan nilai rata- rata ketiga mata pelajaran. Hal ini memperjelas posisi sekolah dan guru yang memiliki kewenangan dalam menentukan kelulusan para siswanya.

Memang dalam soal UASBN, tidak semuanya dibuat oleh penyelenggara UASBN di tingkat provinsi, namun berbagi dengan pusat. Ada 25 persen soal dari Badan Nasional Pendidikan (BNSP), dan sisanya sekitar 75 persen berasal dari penyelenggara berdasarkan spesifikasi soal UASBN tahun pelajaran 2007/2008 yang ditetapkan oleh BNSP.

Sedangkan soal–soal yang dirakit dan dipilih oleh BNSP, bisa dikembangkan dan dikelola oleh Badan Penelitian Pendidikan Nasional. Sedangkan soal yang ditetapkan oleh guru perwakilan dari setiap kabupaten/kota yang sudah dilatih.

Tapi timbul pernyataan, bagaimana soal pengawasan? Akankah kebocoran soal bisa terjadi? Bagaimana menghindari kecurangan yang sangat mungkin terjadi? Disinilah peran pengawasan menjadi sangat menentukan. Bukan saja demi pengawasan semata, namun untuk menjaga mutu pendidikan dan citra dunia pendidikan itu sendiri.

Departemen Pendidikan sudah menetapkan bahwa untuk pengawasan, semua diserahkan kepada setiap penyelangara UASBN tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota hinggga Kantor Cabang Dinas Pendidikan/Unit Pelaksana Teknis Dasar Kecamatan sesuai dengan tugas dan kewenagannya. Sedangkan pengawasan diruang ujian, dilakukan oleh tim dari pengawas UASBN.

Kerjasama dalam soal pengawasan ini, bahkan dilakukan secara berjenjang, diperkirakan akan memperkecil kemungkinan terjadinya kecurangan. Bila pun kecurang terjadi, kemungkinan bisa cepat terungkap sebab para pengawas berasal dari pengawas UASBN sendiri yang memiliki integritas yang tidak diragukan.

Kerahasiaan soal sudah dilakukan sejak soal itu dibuat dan masuk kepercetakan. Untuk menggandakan soal, dilakukan ditingkat provinsi oleh perusahaan percetakan yang ditetapkan oleh penyelenggara UASBN tingkat provinsi sesuai dengan ketentuan perundang – undangan. Artinya, setiap kemungkinan kecurangan akan mendapatkan sanksi sebagaimana sudah diatur oleh undang – undang.

Untuk mengolah hasil UASBN, hanya bisa dilakukan dengan sistem pemindai oleh penyelenggara UASBN tingkat provinsi dengan menggunakan sistem dan standar penilaian yang sudah ditetapkan BNSP. Hasil dari pengelolahan ini, akan menjadi arsip di Pusat Penilaian Pendidikan pada Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional. Nantinya, sebagai sebuah tanda kelulusan, setiap peserta didik yang ikut dalam ujian ini, akan mendapatkan Surat Keterangan Hasil UASBN (SKH UASBN) yang diterbitkan oleh setiap sekolah atau madrasah.

Keberhasilan dari penyelenggaraan UASBN sangat menentukan dunia pendidikan selanjutnya. Sebab, cara ini akan digunakan juga untuk jenjang pendidikan di SMP dan SMA, yang berlaku secara nasional. Jadi UASBN SD ini langkah awal sebelum menuju ke langkah berikutnya yang bakal digunakan di seluruh jenjang pendidikan.

Pelaksanaan UASBN ini, semuanya memiliki landasan yuridis yang sangat jelas. Dari mulai Undang – Undang No.20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 58 ayat (2), kemudian Peraturan Pemerintah No.19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 94 ayat (d), lalu ada pula peraturan pemerintah No.39 tentang Ujian Akhir sekolah Bersandar Nasional (UASBN) dan Pos UASBN 2007/2008.

Bukan hanya itu, masih ada pula Peraturan Pemerintah No.19 tahun 2005 tentang Standar Pendidikan Nasional, Pasal 94 butir (d) yang menyebutkan bahwa Ujian Nasional untuk peserta didik SD/MI/SDLB mulai dilaksanakan sejak tiga tahun sejak ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini. Jadi, ujian nasional SD/MI/SDLB mulai dilaksanakan tahun ajaran 2007/2008. Nah, implementasi dari berbagai peraturan itulah, maka Diknas menyelenggarakan UASBN melalui Badan Standar Nasional Pendidikan.


Bagaimana UASBN SD/MI Tahun 2010?
Departemen Pendidikan Nasional sudah mempublikasikan kisi-kisi UASBN SD / MI tahun 2010 dan Jadwal resminya sesuai surat Menteri Pendidikan Nasional Nomor: 178/MPN/HK/2009 tanggal 03 Desember 2009 perihal: Ujian Nasional (UN) Tahun pelajaran 2009/2010, Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) akan menyelenggarakan UN pada tahun 2010 dengan jadwal sebagai berikut:

Jadwal UASBN Tahun Pelajaran 2009/2010 SD/MI dan SDLB:

  1. UN Utama (4 — 6 Mei 2010)
  2. UN Susulan (10 — 12 Mei 2010)

Kisi-kisi UASBN pun sudah di publish dan dapat dilihat dalam Peraturan Mendiknas Nomor 74 Tahun 2009 tentang Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional (UASBN) Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah/Sekolah Dasar Luar Biasa (SD/MI/SDLB) Tahun Pelajaran 2009/2010, silakan Anda Download disini Kisi-kisi tersebut dilengkapi dengan Prosedur Operasi Standar (POS) Pelaksanaan UASBN Tahun 2010 yang dapat Anda Download disini.

Tentang Naskah soal untuk UASBN 2010 berdasarkan ketentuan dari Badan Nasional Standardisasi Pendidikan (BNSP), 25 persen dari naskah soal dirumuskan oleh tim pusat, 75 persen hasil rapat sekolah. Tahun ini UASBN masih belum digunakan sebagai instrumen kelulusan. Kelulusan siswa diserahkan pada lembaga pendidikan masing-masing. Sementara hasil UASBN akan digunakan untuk Pendaftaran Siswa Baru (PSB) tingkat SLTP.
Untuk tahun 2010 walaupun pelaksanaan UASBN SD penilaiannya dilakukan oleh sekolah masing-masing, tetapi naskah soal tetap berada di bawah kendali Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dan Pemerintah Pusat. Bahkan, pemeriksaannya juga dilakukan secara terpusat karena standar soalnya juga bersifat nasional. Panitia pusat akan mengembalikan hasil pemeriksaan kepada panitia ujian di sekolah masing-masing, karena sekolah penentu lulus atau tidaknya siswa peserta UASBN.

Penentuan kelulusan siswa, biasanya diputuskan melalui rapat dewan guru dengan mempertimbangkan nilai minimum setiap mata pelajaran yang diujikan, seperti Matematika, Bahasa Indonesia, dan IPA. Selain itu, kelulusan UASBN juga digunakan sebagai salah satu pertimbangan penentuan kelulusan dari sekolah atau madrasah.

Kebijakan standar kelulusan yang diserahkan kepada masing-masing sekolah akan memunculkan standar nilai yang berbeda-beda antarsekolah. Tetapi tentunya dengan harapan bahwa kualitas siswa tetap akan menjadi pertimbangan kelulusan. Minimal, para siswa yang ingin lulus memiliki standar nilai kelulusan lebih dari 5,5.