Jumat, 19 Maret 2010

UASBN 2010

Penerapan konsep Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional (UASBN) yang diberlakukan di tingkat SD / MI sungguh berbeda dengan Ujian Nasional SMP / MTs dan Ujian Nasional SMA / MA. Salah satu perbedaannya adalah bahwa walaupun soal UASBN dibuat secara nasional (naskah soal tetap berada di bawah kendali Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dan Pemerintah Pusat), tetapi standar kelulusan dibuat oleh sekolah.
Sebagai contoh apa yang terjadi di Gresik Jawa Timur, pada UASBN 2008 Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah di Gresik menerapkan standar kelulusan berbeda-beda pada ujian akhir sekolah berstandar nasional tahun 2008. Misalnya SD Petrokimia Gresik, mematok angka minimal 6,00 untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika, dan Ilmu Pengetahuan Alam, serta 7,00 minimal untuk mata pelajaran lainnya. SD Negeri Sidokumpul 2 Gresik mematok angka 4,00 sedangkan Madrasah Ibtidaiyah Miftahul Ulum Kecamatan Manyar mematok angka kelulusan 4,25.
Tapi kebijakan semacam ini tampak mengandung kelemahan karena sekolah bisa saja menetapkan standar kelulusan serendah-rendahnya, sebagai langkah untuk mencari aman. Langkah ini kami fahami sebagai langkah untuk meminimalisasikan risiko ketidaklulusan pada siswa peserta UASBN. Kebijakan UASBN macam ini, menuntut kejelian pemetaan potensi siswa oleh guru.

Mengenal UASBN
Mulai tahun ajaran 2007/2008, uasbn4Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) memberlakukan Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional (UASBN).
Tujuan dari UASBN ini adalah untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pengajaran Bahasa Indonesia, Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Selain itu untuk mendorong tercapainya target wajib belajar pendidikan dasar yang bermutu.

Mereka yang akan ikut dalam ujian ini, adalah peserta didik yang belajar pada tahun terakhir di satuan pendidikan SD, Madrasah Ibtidaiyah, dan SD Luar Biasa (Tunanetra, Tunarungu, Tunadaksa ringan dan Tunalaras). Peserta didik juga harus punya laporan lengkap penilaian hasil belajar pada satuan pendidikan dengan semester 1 tahun terakhir.

Untuk tahun ajaran 2007/2008 ada 5.200.000 peserta yang ikut dalam UASBN di seluruh Indonesia. Jumlah sebanyak itu berasal dari 184.000 SD/Madrasah Ibtidaiyah, SD Luar Biasa.

Hasil UASBN ini akan sangat bermanfaat bagi dunia pendidikan, karena menyangkut empat hal : Pertama, pemetaan mutu program dan/atau satuan pendidikan. Kedua, dasar seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya, ketiga penentuan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan dan keempat menjadi dasar pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan.

Dari keempat hasil UASBN tersebut, maka akan terlihat dengan jelas mutu pendidikan dasar kita di seluruh Indonesia. Mutu pendidikan dasar adalah bisa menentukan mutu pendidikan selanjutnya. Dari hasil itu pula akan tampak, mana satuan pendidikan yang perlu dibantu agar mutunya bisa ditingkatkan.

Karena itu, tidak boleh ada pemaksaan atau penyeragaman kriteria kelulusan UASBN yang tidak sesuai dengan keputusan sekolah. Menurut Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan Djemari Mardapi, berapapun nilai minimal yang sudah ditentukan oleh sekolah, maka hal itu harus diterima oleh pemerintah daerah. Nah, dengan pemberian kewenangan kriteria kelulusan kepada masing – masing sekolah inilah, upaya untuk mendapatkan pemetaan sebagaimana yang diinginkan dari hasil UASBN menjadi akan terpenuhi. Sebab dengan cara itulah kondisi sebenarnya dari masing – masing sekolah dasar akan terlihat.

Sayang memang, masih ada kecenderungan dari beberapa daerah yang menyeragamkan nilai minimum kelulusan dengan alasan untuk mencapai target kelulusan 100 persen. Bahkan ditengarai ada pula sekolah yang yang menentukan nilai minimum yang sangat rendah. Hal ini, meskipun masih bisa diterima namun akan menjadi bumerang dikemudian hari, sebab sekolah tersebut tidak akan mendapatkan kepercayaan dari masyarakat.

Demikian pula dengan campur tangan Dinas Pendidikan Daerah yang mencoba membuat penyeragaman demi mengejar target kelulusan, hanya akan membuat mutu pendidikan di daerah tersebut justru tidak akan terlihat. Sebab bagaimanapun, masing-masing sekolah memiliki keragaman tingkat kelulusan berdasarkan mutu di sekolah yang bersangkutan.

Kelulusan dari sekolah, memiliki prosedur sendiri. Kriteria ditentukan melalui rapat dewan guru dengan mempertimbangkan nilai minimum setiap mata pelajaran yang diujikan dengan nilai rata- rata ketiga mata pelajaran. Hal ini memperjelas posisi sekolah dan guru yang memiliki kewenangan dalam menentukan kelulusan para siswanya.

Memang dalam soal UASBN, tidak semuanya dibuat oleh penyelenggara UASBN di tingkat provinsi, namun berbagi dengan pusat. Ada 25 persen soal dari Badan Nasional Pendidikan (BNSP), dan sisanya sekitar 75 persen berasal dari penyelenggara berdasarkan spesifikasi soal UASBN tahun pelajaran 2007/2008 yang ditetapkan oleh BNSP.

Sedangkan soal–soal yang dirakit dan dipilih oleh BNSP, bisa dikembangkan dan dikelola oleh Badan Penelitian Pendidikan Nasional. Sedangkan soal yang ditetapkan oleh guru perwakilan dari setiap kabupaten/kota yang sudah dilatih.

Tapi timbul pernyataan, bagaimana soal pengawasan? Akankah kebocoran soal bisa terjadi? Bagaimana menghindari kecurangan yang sangat mungkin terjadi? Disinilah peran pengawasan menjadi sangat menentukan. Bukan saja demi pengawasan semata, namun untuk menjaga mutu pendidikan dan citra dunia pendidikan itu sendiri.

Departemen Pendidikan sudah menetapkan bahwa untuk pengawasan, semua diserahkan kepada setiap penyelangara UASBN tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota hinggga Kantor Cabang Dinas Pendidikan/Unit Pelaksana Teknis Dasar Kecamatan sesuai dengan tugas dan kewenagannya. Sedangkan pengawasan diruang ujian, dilakukan oleh tim dari pengawas UASBN.

Kerjasama dalam soal pengawasan ini, bahkan dilakukan secara berjenjang, diperkirakan akan memperkecil kemungkinan terjadinya kecurangan. Bila pun kecurang terjadi, kemungkinan bisa cepat terungkap sebab para pengawas berasal dari pengawas UASBN sendiri yang memiliki integritas yang tidak diragukan.

Kerahasiaan soal sudah dilakukan sejak soal itu dibuat dan masuk kepercetakan. Untuk menggandakan soal, dilakukan ditingkat provinsi oleh perusahaan percetakan yang ditetapkan oleh penyelenggara UASBN tingkat provinsi sesuai dengan ketentuan perundang – undangan. Artinya, setiap kemungkinan kecurangan akan mendapatkan sanksi sebagaimana sudah diatur oleh undang – undang.

Untuk mengolah hasil UASBN, hanya bisa dilakukan dengan sistem pemindai oleh penyelenggara UASBN tingkat provinsi dengan menggunakan sistem dan standar penilaian yang sudah ditetapkan BNSP. Hasil dari pengelolahan ini, akan menjadi arsip di Pusat Penilaian Pendidikan pada Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional. Nantinya, sebagai sebuah tanda kelulusan, setiap peserta didik yang ikut dalam ujian ini, akan mendapatkan Surat Keterangan Hasil UASBN (SKH UASBN) yang diterbitkan oleh setiap sekolah atau madrasah.

Keberhasilan dari penyelenggaraan UASBN sangat menentukan dunia pendidikan selanjutnya. Sebab, cara ini akan digunakan juga untuk jenjang pendidikan di SMP dan SMA, yang berlaku secara nasional. Jadi UASBN SD ini langkah awal sebelum menuju ke langkah berikutnya yang bakal digunakan di seluruh jenjang pendidikan.

Pelaksanaan UASBN ini, semuanya memiliki landasan yuridis yang sangat jelas. Dari mulai Undang – Undang No.20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 58 ayat (2), kemudian Peraturan Pemerintah No.19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 94 ayat (d), lalu ada pula peraturan pemerintah No.39 tentang Ujian Akhir sekolah Bersandar Nasional (UASBN) dan Pos UASBN 2007/2008.

Bukan hanya itu, masih ada pula Peraturan Pemerintah No.19 tahun 2005 tentang Standar Pendidikan Nasional, Pasal 94 butir (d) yang menyebutkan bahwa Ujian Nasional untuk peserta didik SD/MI/SDLB mulai dilaksanakan sejak tiga tahun sejak ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini. Jadi, ujian nasional SD/MI/SDLB mulai dilaksanakan tahun ajaran 2007/2008. Nah, implementasi dari berbagai peraturan itulah, maka Diknas menyelenggarakan UASBN melalui Badan Standar Nasional Pendidikan.


Bagaimana UASBN SD/MI Tahun 2010?
Departemen Pendidikan Nasional sudah mempublikasikan kisi-kisi UASBN SD / MI tahun 2010 dan Jadwal resminya sesuai surat Menteri Pendidikan Nasional Nomor: 178/MPN/HK/2009 tanggal 03 Desember 2009 perihal: Ujian Nasional (UN) Tahun pelajaran 2009/2010, Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) akan menyelenggarakan UN pada tahun 2010 dengan jadwal sebagai berikut:

Jadwal UASBN Tahun Pelajaran 2009/2010 SD/MI dan SDLB:

  1. UN Utama (4 — 6 Mei 2010)
  2. UN Susulan (10 — 12 Mei 2010)

Kisi-kisi UASBN pun sudah di publish dan dapat dilihat dalam Peraturan Mendiknas Nomor 74 Tahun 2009 tentang Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional (UASBN) Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah/Sekolah Dasar Luar Biasa (SD/MI/SDLB) Tahun Pelajaran 2009/2010, silakan Anda Download disini Kisi-kisi tersebut dilengkapi dengan Prosedur Operasi Standar (POS) Pelaksanaan UASBN Tahun 2010 yang dapat Anda Download disini.

Tentang Naskah soal untuk UASBN 2010 berdasarkan ketentuan dari Badan Nasional Standardisasi Pendidikan (BNSP), 25 persen dari naskah soal dirumuskan oleh tim pusat, 75 persen hasil rapat sekolah. Tahun ini UASBN masih belum digunakan sebagai instrumen kelulusan. Kelulusan siswa diserahkan pada lembaga pendidikan masing-masing. Sementara hasil UASBN akan digunakan untuk Pendaftaran Siswa Baru (PSB) tingkat SLTP.
Untuk tahun 2010 walaupun pelaksanaan UASBN SD penilaiannya dilakukan oleh sekolah masing-masing, tetapi naskah soal tetap berada di bawah kendali Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dan Pemerintah Pusat. Bahkan, pemeriksaannya juga dilakukan secara terpusat karena standar soalnya juga bersifat nasional. Panitia pusat akan mengembalikan hasil pemeriksaan kepada panitia ujian di sekolah masing-masing, karena sekolah penentu lulus atau tidaknya siswa peserta UASBN.

Penentuan kelulusan siswa, biasanya diputuskan melalui rapat dewan guru dengan mempertimbangkan nilai minimum setiap mata pelajaran yang diujikan, seperti Matematika, Bahasa Indonesia, dan IPA. Selain itu, kelulusan UASBN juga digunakan sebagai salah satu pertimbangan penentuan kelulusan dari sekolah atau madrasah.

Kebijakan standar kelulusan yang diserahkan kepada masing-masing sekolah akan memunculkan standar nilai yang berbeda-beda antarsekolah. Tetapi tentunya dengan harapan bahwa kualitas siswa tetap akan menjadi pertimbangan kelulusan. Minimal, para siswa yang ingin lulus memiliki standar nilai kelulusan lebih dari 5,5.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar